Belakangan ini kembali marak perbincangan mengenai keluarga Glazer yang mendapat tuntutan dari fans agar segera menggelontorkan dana di bursa transfer dan mendatangkan pemain bintang baru untuk membangun kembali skuat Manchester United. Kampanye "green and gold" yang sempat mereda sejenak, kini mencuat kembali ke permukaan. Gelombang protes dari fans pun tak terelakkan.
Bagi sebagian orang, ini bukanlah hal baru. Protes kepada Keluarga Glazer sudah berlangsung secara konsisten sejak tahun 2005, ketika mereka mengakuisisi Manchester United sebesar 790 juta poundsterling. Pembelian yang mengubah banyak aspek dan menanamkan kebencian kepada fans.
Tapi, untuk saat ini kami, tidak tertarik membahas keluarga rakus itu, melainkan akan membawa kita sejenak mundur ke 19 Agustus 1989, saat United menghadapi Arsenal dalam sebuah pertandingan liga di Old Trafford. Hari dimana kita rasanya ingin tertawa, sedih, namun kagum disaat bersamaan.
Seorang pria gemuk paruh baya yang mengenakan seragam Manchester United lengkap, melakukan juggling dari tengah lapangan dan mengakhirinya dengan tendangan voli di hadapan publik Stretford End. Seluruh mata tertuju padanya saat itu. Sudah pasti, yang menyaksikan lebih banyak dibanding saat Thomas Vermaelen diperkenalkan kepada publik Camp Nou beberapa waktu lalu.
Dia adalah Michael Knighton, seorang pengusaha properti asal Inggris, yang di hari itu memproklamirkan dirinya akan segera menjadi pemilik baru Manchester United menggantikan Martin Edwards. Knighton mengonfirmasi telah menggelontorkan dana sebesar 20 juta pounds untuk mengakuisisi United.
Harusnya, hari itu menjadi milik Neil Webb. Pemain baru yang dibeli United sebesar 1,5 juta pounds dari Nottingham Forest. Webb yang meraih titel Piala FA bersama United pada tahun 1990, terpaksa harus gigit jari karena kalah populer dari Knighton di hari pertamanya sebagai pemain United.
"Saya memang telah mendengar berita pembelian itu. Tapi orang ini tiba-tiba datang ke ruang ganti, memperkenalkan dirinya sebagai pemilik baru, dan langsung meminta seragam lengkap," kenang Webb. Dia melanjutkan, "Saya pikir dia hanya akan bergabung untuk melakukan pemanasan bersama kami. Saya tidak menyangka ketika dia tiba-tiba lari menuju lapangan dan melakukan tendangan voli ke Stretfod End. Ini tidak bisa dipercaya, dia mengambil alih lapangan dan menempatkan dirinya sebagai cameo."
"Itu adalah hal yang tidak boleh dilakukan seorang 'pemilik' klub. Terlebih lagi, pada akhirnya, dia gagal memiliki klub ini," pungkas Webb yang selepas pensiun pernah menjadi petugas pengantar surat untuk Royal Mail.
Martin Edwards telah mewarisi saham United dari sang ayah, Louis Edwards, sejak tahun 1980. Suatu hari dia berkata kepada Alex Ferguson, "Jika ada yang berani membeli sahamku sebesar 10 juta pounds dan berjanji akan merenovasi Stretford End, yang diperkirakan menghabiskan 10 juta pounds, maka dia berhak memiliki klub ini".
Menumpuknya hutang Martin Edwards menjadi salah satu pemicu dia melepas sahamnya. Selain, tentu saja, secara personal Edwards tidak disukai pendukung United.
Edwards menjual Manchester United kepada Michael Knighton karena dua alasan. Pertama, dia memiliki hutang kepada bank sebesar 1 juta pounds. Rumahnya dijaminkan untuk pinjaman itu. Maka dia tidak bisa duduk lebih lama lagi sebagai chairman. Alasan kedua, Stretford End harus direnovasi, yang jika dihitung secara tepat, akan menghabiskan 7 juta pounds. Edwards tidak punya uang untuk itu.
Michael Knighton datang membawa 10 juta pounds untuk renovasi Stretford End. Lebih dari apa yang dibutuhkan Edwards. Maka persoalan selesai. Manchester United dan Michael Knighton bersiap untuk melakukan kesepakatan akuisisi terbesar abad ini.
"Jika saat itu aku menolak uang untuk membangun kembali Stretford End, dan pada akhirnya fans tahu. Entah apa yang akan terjadi padaku," kenang Edwards.
Kesan pertama Edwards untuk Knighton sangat positif, "Michael Knighton adalah orang yang menyenangkan. Tapi dia juga serius dan ambisius. Ditambah, dia mendapat dukungan kuat dari kedua mitranya yang sangat kaya raya," ujar Edwards.
Apa yang direncanakan Knighton kemudian memang tepat. Dia ingin menggali potensi yang sangat besar dalam diri United. Bahkan, dia berani memperkirakan, nilai United akan menjadi 150 juta pounds dalam 15 tahun ke depan (faktanya, United bernilai 1 miliar pounds hanya dalam 11 tahun). Knighton mengidentifikasi beberapa aspek yang dapat meningkatkan nilai jual United: penjualan merchandise, hak siar televisi, majalah, hotel, dll. Hal yang benar-benar terjadi di tahun-tahun kemudian.
Proses pembayaran akuisisi berlangsung secara bertahap. Uang yang sudah masuk digunakan United, yang sebelumnya dikenal "pelit" di bursa transfer, untuk mendatangkan pemain-pemain seperti Neil Webb, Mike Phelan, Gary Pallister, dan Danny Wallace. Ada banyak keyakinan muncul saat itu. Juggling yang dilakukan Knighton dianggap sebagai bentuk ketulusan hati dan kecintaannya pada United. Ada unsur antusiasme dan kehangatan dalam dirinya. Hal yang tidak nampak dalam diri Martin Edwards.
Perlu diketahui, rencana Michael Knighton mengakuisisi United ini disokong oleh "dua mitra kaya raya" seperti yang disebutkan Edwards. Mereka adalah Robert Thornton dan Stanley Cohen. Dari mereka inilah mayoritas uang Knighton berasal.
Namun, selama proses akuisisi berlangsung, Knighton terkesan ingin memiliki United seorang diri tanpa memedulikan kedua rekannya itu. Thornton dan Cohen akhirnya menarik diri dari perjanjian dan meninggalkan Knighton sendirian. Ketika pihak Manchester United sudah mendesak untuk melakukan pelunasan, Knighton tidak punya uang yang cukup untuk memenuhi janjinya. Proses akuisisi pun dibatalkan.
Kesalahan terbesar Knighton adalah terlalu ambisius dan gila publikasi. Padahal, saat itu dia sudah duduk sebagai dewan direksi dan memiliki 30.000 lembar saham. Tinggal selangkah lagi United akan menjadi miliknya. Akhirnya, pada tahun 1992 dia menyatakan mundur dari dewan direksi United dan menarik seluruh sahamnya untuk membeli Carlisle United, klub dari kasta ketiga Liga Inggris.
"Knighton telah membuktikan diri bahwa dia memiliki uang atas dukungan kedua rekannya. Tapi yang terjadi kemudian, dia jatuh karena mulai berseberangan dengan rekan-rekannya itu. Knighton sebenarnya sudah menyadari apa yang akan terjadi, tapi dia tetap ingin menjadi yang nomor satu. Saat sokongan dana menjauh dan tekanan untuk melunasi datang, dia tidak punya uang," papar Edwards.
Ini bukan pertama kalinya Martin Edwards gagal menjual United kepada pihak lain. Sebelumnya, pada tahun 1984, pernah muncul nama Robert Maxwell, pemilik Daily Mirror dan klub League Two, Oxford United. Maxwell dikenal publik sebagai sosok kontroversial dan egomaniac.
"Saya tidak pernah mencapai kesepakatan dengan Maxwell. Dia mendekati saya karena sebelumnya telah bertemu dengan ayah saya, Louis Edward. Ayah kemudian meminta untuk menemui Maxwell. Saya setuju meski saat itu ada beberapa kekhawatiran terhadap Maxwell," kata Edwards. Keduanya kemudian bertemu di kantor Maxwell, Maxwell House, di London.
Apa yang dilakukan Maxwell kemudian adalah mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa dia telah menjadi pemilik Manchester United. Persis seperti apa yang dilakukan Michael Knighton.
"Kami memiliki beberapa kesamaan, tapi saya tidak menyukainya. Dia ingin memiliki United dengan harga murah," ujar Edwards. "Ketika aku meninggalkan kantornya dia berkata 'kami akan melakukan konferensi pers bersama'. Saya sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang menuju Manchester saat Maurice Watkins (pengacara dan direktur United) menelpon untuk mengabarkan bahwa baru saja Robert Maxwell mengadakan jumpa pers dan mengatakan bahwa dialah kini pemilik Manchester United," jelas Edwards.
Akibatnya, saat itu Edwards sangat dikritik keras oleh fans. "Saya melihat ke belakang dan menyadari satu hal: saya tidak pernah memenangi pertarungan public relation. Knighton dan Maxwell membuktikan itu. Saya tidak pernah tertarik dengan public relation, bahkan sampai sekarang. Oleh karena itu, saya sangat kecewa melihat, misalnya, Tony Blair (mantan PM Inggris) yang selalu mengutamakan imej dan public relation. Apakah Winston Churchill mempunyai staf humas? Tidak. Jika harus membuat pernyataan, maka saya akan melakukannya sendiri kepada pers," papar Edwards.
Nada kekecewaan juga muncul dari petinggi United lainnya, Maurice Watkins, "Kasus Knighton itu adalah masa-masa yang mengkhawatirkan bagi klub. Aku suka dia, tapi khawatir juga gayanya yang eksentrik lama-lama bisa merugikan klub," ujar direktur senior United tersebut.
Memang ada benarnya apa yang diucapkan Watkins. Tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa apa yang pernah direncanakan Knighton untuk United adalah hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya (mengenai hak siar televisi, merchandise, dll). Hal itu akhirnya menjadi kenyataan sekarang (meski orang lain yang melakukannya) dan banyak ditiru oleh klub-klub lain di dunia. Terlepas dari semua itu, Knighton yang pernah bermain untuk tim junior Everton dan Coventry City ini memiliki passion dan akar sepakbola yang kuat. Akuisisi United tidak semata untuk kepentingan komersial seperti yang kebanyakan dilakukan owner klub sepakbola dewasa ini.
Jadi, apakah pantas jika Michael Knighton disebut sebagai football's greatest visionary?
Saat di Carlisle United, Michael Knighton masih memertahankan gaya eksentriknya. "Saya percaya alien dan Frankenstein. Saya juga percaya Tuhan. Tapi yang lebih penting, saya percaya bahwa ada kiper pinjaman bisa mencetak gol di menit ke-91." Komentar itu diucapkannya saat kiper Jimmy Glass mencetak gol yang membuat Carlisle batal degradasi dan tetap bertahan di League Two.
Ketika ditanya mengenai kegagalannya mengakuisisi United, Knighton menyatakan tidak menyesal sama sekali. "Saya tidak menyesal hari itu berada di lapangan. Saya membuat orang-orang bahagia, setidaknya selama 64 jam atau bahkan lebih," ujarnya penuh percaya diri.
Mungkin dia benar, bahwa juggling yang dilakukannya 25 tahun lalu itu masih menyisakan kenangan di benak United fans sampai saat ini. Salah seorang pemegang tiket terusan di Stretford End mengatakan, "Knighton adalah hal paling menarik yang pernah terjadi di Old Trafford dalam beberapa saat. Aku bertepuk tangan, bernyanyi 'Fergie sign him up', sambil benar-benar berpikir bahwa messiah baru telah tiba."
Memang benar messiah United telah tiba. Tapi dia bernama Fergie, bukan Knighton.
(Telegraph, FourFourTwo)
Reva Prasetya - Twitter: @HoolGad
0 komentar: